Sabtu, 08 Maret 2008

Resensi Film

AYAT-AYAT CINTA

Engkaulah perempuanku
Engkaulah takdirku…
Terima kasih Tuhan, untuk cinta sekali yang Kau berikan.

Inilah petikan syair dari novel best seler Ayat-Ayat Cinta, yang pada bulan ini filmnya diluncurkan.

Tentunya Inilah film yang di tunggu-tunggu para “movie mania”, Film yang berkisah tentang cinta Islami.

Tak kuasa menahan rasa haru. Keberhasilan mengadaptasi novel best seller 'Ayat-Ayat Cinta' karya Habiburahman El – Shirazy ke dalam sebuah film mewujudkan semua impian, film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini berkisah dari seorang pelajar Indonesia yang bersekolah S2 di Al Azhar, Mesir bernama Fahri bin Abdillah yang diperankan oleh Fedi Nuril. Ia merupakan pemuda yang sangat taat beragama, semua ajaran Islam ia pahami dengan sungguh-sungguh, hanya ada satu bagian yang ia tidak sentuh yaitu wanita, hal ini dilakukannya karena ia tidak memiliki punya kepercayaan diri jika berhubungan dengan wanita.

Wanita yang didekatnya saat ini hanyalah neneknya, ibunya dan saudara perempuannya. Tetapi tidak lama hal ini berubah setelah ia bertemu dengan Maria Girgis yang diperankan, Carissa Putri. Seorang wanita yang beragama Kristen yang juga mengagumi Islam dan sebenarnya ia juga mengangumi Fahri.

Tak bisa dipungkiri, hubungan mereka semakin dekat, tetapi hal ini tidak berjalan dengan mudah karena adanya wanita lain bernama Nurul yang diperankan Melanie Putria yang juga bersekolah di Al Azhar dimana Fahri juga menyukai wanita ini.

Dilanjutkan dengan munculnya Noura yang diperankan Zaskia Adya Mecca yang kelakuannya hampir merusak hidup Fahri karena menuduh memperkosanya. Belum selesai dengan hal ini, munculah wanita bernama Aisha yang diprankan oleh Rianti Cartwright yang juga menyukai Fahri. Kita akan banyak belajar dari film ini, bagaimana kita tetap “survive” di tengah masalah.

Lalu siapakah wanita yang akan dipilih Fahri? Bagaimana ia dapat menjalani hidupnya ditengah masalah yang menerpanya?

ta, menikah dan calon istri begitu besar memenuhi kepala ini.

“Kamu akan belajar banyak dari sini”, katanya, “sebelum kamu belajar hal yang lainnya”.

Entahlah, bagiku, sebuah rekomendasi buku, buku apa saja, rekomendasi dari mana saja sepanjang rekomendasi itu tidak murahan, membuatku mencari buku tersebut pada hari itu juga. Jadi ingat buku Memoir punya bung Hatta, setelah beberapa lama mendengar buku ini, 2 minggu yang lalu aku menemukannya di Senen, sayang versi Bahasa Inggris, yang membuatku mundur, dan kemudian penjual itu seakan-akan mengejekku, “belum lancar ya?’ hehe.

Ok, buku ini aku buka, aku baca dulu apa kata orang lain tentang buku ini, hmm, recommended banget rupanya. Lalu mulai baca biodata pengarangnya, ternyata Indonesia asli, hanya memang pernah tinggal di Mesir.

Bab-bab awal, penulis mencoba mengenalkan semua tokoh yang nantinya akan terlibat. Lumayan lambat dan bertele-tele sih diawalnya mungkin karena ingin mengemukakan semua hal diawal sih sehingga sebuah perjalanan untuk mengaji saja akan memakan 50 halaman. Tapi mungkin memang cerita ini harus bermula dari sini. Pertemuan tokoh utama yaitu Fahri dengan Maria, seorang Qibti yang hafal surat Maryam; dengan Alicia, wartawan Amerika yang karena dia Amerika tidak disukai di Mesir, sehingga lupa dia adalah perempuan yang harus dihormati yang akan menimbulkan konflik selama di Bus; dengan Aisha, wanita campuran Jerman dan Turki yang kaya raya yang nantinya akan jadi istrinya; semua ingin dijabarkan diawal. Jujur kejutannya sudah hilang, ketika semua tokoh perempuan muncul, hmm ini akan jadi cinta segilima ketika tokoh Nurul, putri Kiai besar di Jawa dan Nourma, wanita yang ditolong oleh tokoh utama, muncul.

Naif dan sederhana bagiku, tapi entahlah ada sesuatu yang menarik hingga tak bisa aku berhenti. Cerita mengalir indah, tapi mungkin karena penulis tahu anatomi masyarakat Mesir, kelemahan dan harga dirinya, ini mirip sebuah sajian antropologi Cliffort Geertz. Kita dibawa, seakan-akan menjelajahi sebuah masyarakat yang begitu dekat dengan hidup kita. Pengetahuan hadis dan ayat Alqurannya, membuatku merasa kecil hati, aku tak tahu apa-apa rupanya. Tapi yang tentang kesehatannya, hehe disini boleh nyombong, banyak yang salah dalam buku ini.

Ini tentang cinta, penuh, hampir satu buku. Tapi disini cinta itu terasa indah, romantis tanpa harus sevulgar novel Indonesia sekarang. Tentang cinta yang disandarkan pada Allah, dan Allah membalasnya dengan amat baik. (jadi ingat seorang teman, ketika dia bilang hanya akan menikah dengan orang yang bisa mencintainya karena Allah).

Ceritanya bergulir cepat. Fahri disini menjadi pria ideal. Dengan Alicia, wartawan dari Amerika itu, ia mencoba menjawab semua pertanyaan tentang Islam itu apa. Ia merangkum berbagai tulisan untuk menjawabnya. Dan setelah selesai, ia memberikan tulisan itu pada Alicia yang nantinya akan menerbitkannya di Amerika. Dengan Maria,
gadis qibti itu, mereka berteman dengan sangat baik, Fahri berusaha menjadi tetangga yang baik bagi keluarga Maria. Dan semua kebaikan itu, menimbulkan pesona yang percikan apinya menyentuh hati Maria. Dengan Nourma, ia menjadi pahlawannya. Ialah yang berani untuk menjauhkan Nourma dari orang tuanya yang galak, mencari tahu jati diri orang tua Nourma yang kemudian menyatukan Nourma dengan orang tua
kandungnya. Dengan Nurul, anak kiai besar di pulau Jawa, mereka tahu kemana akan saling meminta tolong jika diperlukan. Simpati itu timbul, dan bagi Fahri sendiri, nama Nurul mampu menggetarkan hatinya walaupun disatu sisi ia tahu ada perbedaan kufu dan perasaan rendah dirinya. Dengan Aisha, ia terlihat luar biasa dimata Aisha, kefasihannya,
kedalaman agamanya dan kemuliaan akhlaknya memikat hati Aisha. Di sini cinta bersemi, tetapi disini juga cinta menemukan pelabuhannya. Disini cinta tak menjadi murahan yang diobral setiap saat ketika sesuatu belum jelas halalnya. Fahri memiliki rencana dalam
hidupnya. Ditahun itu ia berniat menikah, tetapi ia akan membiarkan waktu mengalir dan biarkan Alloh yang menentukan takdirnya. Tiba-tiba Nurul memintanya untuk menghubungi seorang kenalannya. Keterbatasan waktu Fahri membuatnya tak bisa memenuhi dengan cepat. Disisi lain Fahri diminta guru ngajinya untuk menikah dengan seorang yang memintanya yang dikemudian hari baru diketahui bernama Aisha.

Disini cinta menemukan jawabannya, tapi disini pula cinta menemukan kesendiriannya. Menikah bukanlah sekedar mencari pilihan. Ia harusnya menjadi pertimbangan objektif bukan subjektif. Kriteria disusun terlebih dahulu, baru pilihan tiba. Seharusnya akal sehat yang bermain, sebab cinta lebih mudah tumbuh daripada karakter pribadi. Setelah mengetahui siapa wanita itu, Fahri masuk kedalam suasana untuk lebih mengetahui visi dan mimpi calon istrinya. Dan keajaiban cinta berbicara, tak ada satupun yang menghalanginya. Maka Khitbah dilakukan dan waktu pernikahan ditentukan.

Tetapi ada waktu yang tak pernah bisa diputar ulang. Kenalan Nurul datang beberapa jam sebelum akad, dan menanyakan bersediakah Fahri menikahi Nurul. Sebuah cobaan datang tepat dihari yang seharusnya bahagia itu. Kenapa terlambat? Kenapa hati yang tergetar hanya tuk satu nama itu terlambat mengetahuinya? Siapa yang salah? Pengecutkah Fahri dengan rasa rendah dirinya? Ada penyesalan hadir, andai waktu… Tapi Fahri tak mungkin mundur, Fahri tak mungkin mengkhianati perjanjian yang sudah dilakukannya. Tapi ternyata hati ini harus menangis.

Ada banyak hati yang patah, ada banyak hati yang menyesali kenapa waktu tak berpihak. Bagi Maria dan Nourma, pertanyaan yang tersisa adalah hanya menangisi yang tersisa. Kenapa bertepuk sebelah tangan? Bagi Nurul, waktulah yang disesalinya. Kenapa terlambat? Andai waktu bisa berputar balik. (sebuah pertanyaan dan permintaan yang sama padaku terjadi beberapa waktu lalu). Tapi jodoh adalah urusan-Nya, bukan milik kita. Lihatlah bagaimana mereka menyikapinya. Bagi Nurul, hidup harus berlanjut. Menikah bukanlah sebuah urusan yang bisa ditunda. Cinta itu tetap ada, tapi menghadapi realitas lebih penting lagi bagi jiwa matang yang menyandarkan cinta pada Sang Pemilik cinta. Nurul menerima lamaran dari pria lain, dengan keyakinan bahwa cinta adalah urusan-Nya, Dia akan menumbuhkan bunga lain ditaman hati jika Dia berkehendak. Bagi Maria, ini adalah kepedihan. Maria sakit, koma, yang hanya terobati oleh Fahri. Atas kebesaran jiwa Aisha, istri Fahri, Fahri akhirnya diizinkan menikah dengan Maria.

Sedangkan Nourma, ternyata ia hamil setelah diperkosa bapak angkatnya. Dan cerita mengalir menuju klimaks ketika Nourma menuduh Fahri memperkosanya. Tapi kebenaran itu milik Allah, jawaban itu pun muncul diakhir cerita. Fahri bebas, Nourma mengakui kebohongannya adalah usaha agar Fahri mau menikah dengannya. Lalu cinta itu apa? Pertanyaan itu masih tersisa dan mungkin kita punya jawabannya sendiri. Ia adalah sebuah hal abstrak, karunia-Nya agar kita tahu arti dari kasih sayang itu, agar hidup kita bisa selalu terpenuhi dengan senyum, ketika kebahagiaan itu muncul melihat wajah saudaramu, kekasihmu atau orang tuamu. Bahkan udara ini pun bukti cinta-Nya pada kita.

Ini harusnya bukanlah tentang apakah aku ridha terhadap keputusan-Mu, tapi tentang “Engkaulah yang berhak menegurku hingga Engkau ridha “.
(doa Muhammad di Thaif)

Laskar Pelangi

Filed Under (Resensi, Motivasi) by achmatim

Laskar PelangiIni kisah nyata tentang sepuluh anak kampung di Pulau Belitong,
Sumatera. Mereka bersekolah di sebuah SD yang bangunannya nyaris
rubuh dan kalau malam jadi kandang ternak. Sekolah itu nyaris ditutup
karena muridnya tidak sampai sepuluh sebagai persyaratan minimal.

Pada hari pendaftaran murid baru, kepala sekolah dan ibu guru satu-
satunya yang mengajar di SD itu tegang. Sebab sampai siang jumlah
murid baru sembilan. Kepala sekolah bahkan sudah menyiapkan naskah
pidato penutupan SD tersebut. Namun pada saat kritis, seorang ibu
mendaftarkan anaknya yang mengalami keterbelakangan mental. ”Mohon
agar anak saya bisa diterima. Sebab Sekolah Luar Biasa hanya ada di
Bangka,” mohon sang ibu. Semua gembira. Harun, nama anak itu,
menyelamatkan SD tersebut. Sekolah pun tak jadi ditutup walau
sepanjang beroperasi muridnya cuma sebelas.

Kisah luar biasa tentang anak-anak Pulau Belitong itu diangkat dalam
novel dengan judul ‘Laskar Pelangi’ oleh Andrea Hirata, salah satu
dari sepuluh anak itu. Di buku tersebut Andrea mengangkat cerita
bagaimana semangat anak-anak kampung miskin itu belajar dalam segala
keterbatasan. Mereka bersekolah tanpa alas kaki, baju tanpa kancing,
atap sekolah yang bocor jika hujan, dan papan tulis yang berlubang
hingga terpaksa ditambal dengan poster Rhoma Irama.

Kisah yang tadinya bukan untuk diterbitkan itu ternyata mampu
menginspirasi banyak orang. Seorang ibu di Bandung, misalnya,
mengirim surat ke Kick Andy. Isinya minta agar kisah tersebut
diangkat di Kick Andy karena anaknya yang membaca buku Laskar Pelangi
kini bertobat dan keluar dari jerat narkoba. ”Setiap malam saya
mendengar suara tangis dari kamar Niko anak saya. Setelah saya intip,
dia sedang membaca sebuah novel. Setelah itu, Niko berubah. Dia jadi
semangat untuk ikut rehabilitasi. Kini Niko berhasil berhenti sebagai
pecandu narkoba setelah membaca buku Laskar Pelangi,” ungkap
Windarti Kosasih, sang ibu.

Sementara Sisca yang hadir di Kick Andy mengaku setelah membaca novel
itu, terdorong untuk memperbaiki hubungannya dengan sang ayah yang
selama ini rusak. Begitu juga Febi, salah satu pembaca, langsung
terinspirasi untuk membantu menyumbangkan buku untuk sekolah-sekolah
miskin di beberapa tempat. ”Saya kagum karena anak-anak yang
diceritakan di buku itu penuh semangat walau fasilitas di sekolah itu
jauh dari memadai,” ujar Febi yang juga datang ke Kick Andy untuk
bersaksi.

Andrea sendiri mengaku novel itu awalnya hanya merupakan catatan
kenangannya terhadap masa kecilnya di Belitong. Dia selalu teringat
sahabat-sahabatnya di masa kecil, terutama Lintang. Sebab tokoh
Lintang merupakan murid yang cerdas dan penuh semangat walau hidup
dalam kemiskinan. Setiap hari Lintang harus mengayuh sepeda tua yang
saering putus rantainya ke sekolah. Pulang pergi sejauh 80 km. Bahkan
harus melewati sungai yang banyak buayanya.

Sayang, cita-cita Lintang untuk bisa sekolah ke luar negeri, seperti
yang sering didorong oleh guru mereka, terpaksa kandas. Lintang
bahkan tak tamat SMP karena orangtuanya yang nelayan tidak mampu
membiayai. ”Lintang adalah sosok yang menginspirasi saya. Karena
itu, saya bertekad meneruskan cita-cita Lintang,” ujar Andrea, yang
sekian puluh tahun kemudian berhasil mendapat beasiswa sekolah ke
Sorbonne, Prancis.

Tim Kick Andy yang mendatangi kampung tempat SD itu berdiri, di
Belitong, berhasil ‘menemukan’ beberapa dari tokoh anak-anak di dalam
novel tersebut. Mereka kini sudah dewasa. Namun kenangan tentang masa
kecil itu sangat kuat membekas. Terutama pada ibu guru Muslimah yang
sangat mereka cintai. ”Buku Laskar Pelangi memang saya persembahkan
untuk Ibu Mus yang sangat tabah dan pantang menyerah dalam mendidik
kami,” ujar Andrea.

Maka sungguh menarik menyaksikan bagaimana Kick Andy mempertemukan
Andrea dengan Ibu Guru Muslimah di studio Metro TV. Apalagi ketika Bu
Mus membawa barang-barang yang mempunyai kenangan tersendiri bagi
Andrea dan teman-teman kecilnya dulu di kampung. Kenangan yang
diceritakan kembali oleh Andrea dengan jenaka. Juga termasuk darimana
Andrea mengambil nama yang dipakainya hingga sekarang ini.

Sungguh sebuah novel — yang diangkat dari kisah nyata — yang sangat
menggugah. Novel yang membuat siapa pun yang membaca akan merasa
bersalah dan berdosa jika tidak mensyukuri hidup. Itu pula sebabnya
sutradara Riri Reza dan Produser Mira Lesmana tertarik untuk
mengangkat kisah ini ke layar film.

Tidak ada komentar: