Sabtu, 08 Maret 2008

BELAJAR Ber "DEMOKRASI"

Baliho bertebaran di pinggir jalan, spanduk, umbul-umbul serta stiker ikut pila meramaikan proses demokrasi, PILKADA, pemilihan kepala daerah tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota, memang menjadi satu wajah baru pesta demokrasi di era Reformasi. Tapi, benarkah PILKADA, menandakan bahwa demokrasi dan Politik di Indonesia sudah mencapai kedewasaan? Lalu, dampak apa yang timbul dari PILKADA ini, mensejahterakan atau sebaliknya?

Pemilihan kepala daerah atau PILKADA, salah satu pesta demokrasi baru yang diproduksi oleh era reformasi ini, telah dilakukan di ratusan kabupaten/kota dan beberapa propinsi di Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, meski Undang-undang yang mengatur pelaksanaan PILKADA ini masih banyak kekurangan. Penyelenggaraan inipun tak selamanya lancar. Berakhir di pengadilan, konflik antar pendukung calon sering mewarnai saaat penyelenggaraan ini dilaksanakan, Mahkmah Agung pun tak jarang menjadi jadi jalan terakhir dalam menyelesaikan masalah ini.

Tingkat partisipasi politik yang tinggi masyarakat Indonesia yang konon Negara dengan demokrasi terbesar, tidak menjamin tingkat kedewasaan politik yang tinggi. Sering pendukung calon tidak bisa menerima hasil dari perolehan suara yang didapat oleh calon yang didukungnya, otomatis calon tersebut kalah. Dari kekalahan tersebut berbuntut kekecewaan, lalu mereka pun melampiaskan kekecewaanya denagan menyerang bahkan menghancurkan kantor KPUD setempat, dan tak jarang timbul tawuran antar pendukung calon yang berakibat perpecahan di masyarakat.

Konflik horizontal, satu hal yang sangat menakutkan memang menjadi momok yang negitu menyeramkan selain kerugian ekonomi. Beberapa tokoh Nasional bangsa ini sangat tidak ingin hal itu terjadi. Konflik horizontal bias saja terjadi jika konflik-konflik antar pendukung calon yang masih terjadi tidak bisa diredam atau diselesaikan oleh pemerintah. Konflik yang masih terjadi saat ini misalnya di Sulawesi Selatan yang bisa mengakibatkan Konflik yang berkepanjangan.

Salah satu keberhasilan suatu dari demokrasi adalah dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan ekonomi rakyatnya. Sungguh miris, melihat empiris yang terjadi, PILKADA yang disebut sebagai proses demokrasi ternyata hany menjadi pesta penghamburan uang dari para calon yang ingin menjadi pemimpin di daerahnya. Selain itu juga APBD dari daerah pelaksan PILKADA pun ikut dikuras demi terlaksananya pesta ini. Lalu dimana kesejahteraan rakyat?

Tidak ada komentar: